MAKALAH GLOBALISASI
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP
PERILAKU REMAJA
![]() |
|||
![]() |
SMP NEGERI 1 TRAWAS
Jalan Kompi Murlan No. 06
Trawas - Mojokerto
BAB I
BAB I
GLOBALISASI
A. Pcngertisn
Globalisasi
Kata “globalisasi” diambil dan kata global, yang maknanya
ialah universal Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar
definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya.
Ada yang
memandangnya sebagai suatu prosessosial, atau prosessejarah atau proses alamiah
yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama
lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan
menyingkirkan batas-batas geografis, ekommi dan badaya masyarakat. Dan
Globalisasi juga merupakan suatu proses yang mencakup keseluruhan dalam
berbagai bidang kehidupan sehingga tidak tampak lagi adanya batas-batas yang
mengikat secara nyata, sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol.
Di sisi lain, ada yang melihat giobalisasi sebagai
sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang
memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini,
globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir.
Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara
kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab globalisasi
cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh
terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
B. Konsep
Globalisasi
Dibawah ini beberapa konsep globalisasi menurut para ahli adalah:
a. Malcom Waters
Globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan
geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang terjelma
didalam kesadaran orang.
b. Emanuel
Ritcher
Globalisasi adalah jaringan kerja global secara bersamaan menyatukan masyarakat
yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi kedalam saling ketergantungan
dan persatuan dunia.
c. Thomas L.
Friedman
Globlisasi memiliki dimensi ideology dan teknlogi. Dimensi teknologi yaitu
kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi
informasi yang telah menyatukan dunia.
d. PzinceicnN.Ln
Globalisasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat atas saling
ketergantungan dan hubungan antara Negara-negara didunia dalam hal perdagangan
dan keuangan.e. Leonor Briones Demokrasi bukan hanya dalam bidang perniagaan
dan ekonomi namun juga mencakup globalisasi institusi-institusi demokratis,
pembangunan sosial, hak asasi manusia, dan pergerakan wanita
C. Proses
Globalisasi
Perkembangan yang paling menonjol dalam era
globalisasi adalah globalisasi informasi, demikian juga dalam bidang sosial
seperti gaya
hidup. Serta hal ini dapat dipicu dan adanya penunjang arus informasi global melalui
siaran televisi baik langsung maupun tidak langsung, dapat menimbulkan rasa
simpati masyarakat namun bisa juga menimbulkan kesenjangan sosial. Terjadinya
perubahan nilai-nilai sosial pada masyarakat, sehingga memunculkan kelompok
spesialis diluar negeri daripada dinegaranya sendiri,seperti meniru gaya punk, cara bergaul.
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya
fenomena globalisasi di dunia.
a. Perubahan
dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang- barang seperti telepon
genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global
terjadi demikian depatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita
merasakan banyak hal dan budaya yang berbeda.
b. Pasar
dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai
akibat dan pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh
perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade
Organization (WTO).
c. Peningkatan
interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan
transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi
dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi
beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fishion, literatur, dan makanan.
d. Meningkatnya
masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional,
infiasiregional dan lain-lain. Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa
transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan
pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dan
kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia
yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa
ketertarikan akan hal sama, perubahan dan kctidak pastian, serta kenyataan yang
mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi
sebagai zaman transformasi sosial.
D. Teori
Globalisasi
Didalam globalisasi ini Cochrane dan Pain menegaskan
bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teroritis yang
dapat dilihat, yaitu
a. Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah
kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga
diseluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan
lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi .global yang homogen. meskipun
demikian, para globalis tidak memiliki pedapat sama mengenai konsekuensi
terhadap proses tersebut. Para globalis
positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan
menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan
bertanggung jawab. Para globalis pesimis
berpendapat bahwa globa1isasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal
tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat)
yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai
sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk
kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
b. Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah
terjadi Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semataatau,
jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme
telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang
tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi. dan
produksi dan perdagangan kapital.
c. Para transformasionalis berada di antara para globalis
dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi te1ah sangat dilebih-lebihkan
oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita
menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa
globalisasi seharusnya dipahami sebagai” seperangkat hubungan yang saling
berkaitan dengan murni melalui scbuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi
secara langaung “. Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama
ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dkendalikan
E. Dampak Globalisasi
Globalisasi telah menimbulkan dampak yang begitu besar
dalam dimensi kehidupan manusia, karena globalisasi merupakan proses
iaternasionalisasi seluruh tatanan masyarakan modern. Sehingga terjadi dampak
yang beragam terutama pada aspek sosial dampak positifnya kemajuan teknoiogi
komunikasi dan informasi mempermudah manusia dalam bainteraksi dengan manusia
lainnya. Sedangkan dampak negatifnya banyaknya nilai dan budaya masyarakat yang
mengalami perubahan dengan cara meniru atau menerapkannya secaras elektif,
salah satu contoh dengan hadirnya modernisasi disegala bidang kehidupan,
terjadi perubahan ciri kehidupan masyarakat desa yang tadinya syarat dengan
nilai-nilai gotong royong menjadi individual. Selain itu juga timbulnya sifat
ingin serba mudah dan gampang (instant) pada diri seseorang. Pada sebagian masyarakat,
juga sudah banyak yang mengikuti nilai-nilai budaya luar yang dapat terjadi
dehumanisasi yaitu derajat manusia nantinya tidak dihargai karena lebih banyak
menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi.
1) Dampak Positif
a. Perubahan Tata
Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran
nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya iimu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih
rnudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat
Kebidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi
yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatka
taraf hidup masyarakat.
2) Dampak Negatif
Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut.
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat
melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang
dengan banyak pilihan yang ada.
b. Sikap
Individualistik
masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa
lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa
mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup
Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budava negatif yang
mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua,
kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan
Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang
dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi, maka akan memperdalam jurang
pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan
kesenjangan sosial.
BAB II
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP MORAL REMAJA
Akhir-akhir ini, kita tidak bisa menutup mata terhadap berbagai penyimpangan
moral yang teijadi di kalangan masyarakat Indonesia Tawuran pe1ajar,
perkelahian antar genk, perilaku seks bebas, gaya hidup tidak beraturan menjadi
beberapa contoh kelunturan moral di kalangan generasi muda kita. Di kalangan
pejabat, praktek korupsi masih merupakan persoalan yang sangat mengerikan di Indonesia.
Masyarakat secara umum pada akhirnya kehilangan rujukan keteladanan, sehingga
krisis moral semakin meluas.
Di kalangan generasi muda, muncul fenomena genk. Hampir semua SMA di Jakarta memiliki genk. Alasan pendirian genk pada intinya sama,
yaitu membentuk solidaritas untuk menghantam atau tawuran dengan sekolah lain.
Misalnya, di kalangan sebuah siswa SMA di Bulungan terdapat genk sekolah yang sudah tradisi terbentuk
setiap angkatan. Anggotanya adalah mayoritas angkatan itu. Misalnya Legiun (angkatan
2003), Salvozesta (2006), Spooradiz (2006) dan lain sebagainya. Di SMA lainnya,
nama genk-nya adalah GOR@SIX. Genk anak SMA
lainnya lagi adalah Reztearn, ada pula Gazper dari Gazper I sampai Gazper X,
dan masih sangat banyak genk
di berbagai SMA.
Sidik Jatmika dalam bukunya “Genk Remaja : Anak Haram Sejarah Ataukah
Korban Globalisasi ?“ (2010) menyebutkan data, di antara contoh kasus terjadi
pada Desember 2009. Saat berangkat sekolah seorang pelajar bernama AS tewas
dibacok belasan pelajar. AS (15 tahun) adalah siswa kelas I STM, ia tewas
dikeroyok belasan remaja berseragam SMA di JI. Gunung Sahari, Jakarta Pusat hari
Rabu, 26 Desember 2009. Hasil pelacakan aparat menunjukkan, peristiwa tersebut
merupakan bentuk bentrokan autara anggota genk
Boedoet melawan Chaptoen di Kemayoran.
Di Lhokseumawe, Aceh, dua anggota genk
cewek SMA terlibat perkelahian, yang dipicu oleh rebutan cowok (31 Mei 2009).
Perkelahian disaksikan tujuh anggota genk
lainnya yang memberikan support. Di Balikpapan, seorang siswa SMP dihajar oleh lima orang kakak kelasnya
dan direkam dengan HP oleh rekan lainnya (27 Nopember 2007). Alasan merekam
adegan ini adalah meniru rekaman inisiasi Genk Motor Brigez Bandung. Sementara
itu di Kutai Kertanegara, beredar rekaman aksi kekerasan yang diduga dilakukan
oleh pelajar putri SMP. Pada rekaman perkelahian remaja putri yang berdurasi 2
menit itu terlihat sekelompok orang berada pada suatu tempat yang cukup lapang
yang diperkirakan berlokasi di sebuah kawasan jalan di kota Tenggarong.
“Neko-neko Dikeroyok” (NERO) adalah salah satu genk remaja putri di Jawa Tengah yang cukup
populer. Anggota genk
Nero sering melakukan penganiayaan terhadap remaja putri SMP dengan alasan,
mereka tidak suka kalau ada perempuan lain yang menyaingi dan melebihi apa yang
mereka miliki. Misalnya terkait pakaian, gaya
rambut atau penampi1an lainnya. Parahnya, penganiayaan tersebut mereka rekam
melalui video HP kemudian mereka sebarkan. Di Kupang Nusa Tenggara Timur, kepolisian
menangkap para anggota dua genk
cewek yang terkenal suka berkelahi (17 Februari 2009). Mereka adalah sembilan
siswi anggota genk Anastasia dan tiga siswi
anggota genk
Aroyo Kupang. Sementara itu 23 siawi lainnya ikut dimintai keterangan pihak kepolisian.
Pada tahun 2010 kemarin, saya sempat membuat penelitian kecil dengan
Mencari berita
terkait penyimpangan moral di berbagai media massa. Betapa terkejutnya, dengan sangat
mudah saya menemukan beraneka ragam penyirnpangan moral yang dilakukan oleh kalangan
pelajar, orang tua, termasuk di kalangan pejabat negara, di kalangan anggota
DPR, kepala daerah, anggota TNI dan POLRI, bahkan di kalangan pemuka agama.
Semua dari kita telah terkena ujian moral. Bukan hanya anak muda, namun juga
orang tua. Bukan hanya masyarakat biasa, namun juga di kalangan pemimpin dan
elit bangsa.
McLuhan. secorang pemikir komainikasi, pada tahun 1964 telah melontarkan
konsepnya mengenai The Global Village.
Namun konsep globalisasi baru masuk kajian dunia universitas pada tahun 1980-an
sebagai suatu pengertian sosiologi yang dicetuskan oleh Roland
Roberston dan
University of Pittsburgh,
meskipun secara umum globalisasi dianggap sebagai suatu pengertian ekonomi. William
K. Tabb dalam bukunya “Tabir Politik Globalisasi” (2003), mengatakan bahwa
definisi globalisasi merupakan sebuah yang mencakup banyak aspek dan makna.
Selanjutnya Tabb mengatakan bahwa “Istilah globalisasi berarti sebuah
proses saling keterhubungan antar negara dan masyarakat. Ini adalah gambaran
bagaimana dan kegiatan di satu bagian dunia memiliki akibat signifikan bagi
masyarakat dan komunitas di bagian dunia lainnya. ini bukan saja soal ekonomi
tapi bahkan meningkatnya saling ketergantungan sosial dan budaya dari desa
global yang minum Coke dan menonton Disney.”
Berkaitan dengan globalisasi terhadap konsep etnis dan bangsa, ada hal
yang menarik terjadi dalam proses tersebut, yang oleh Naisbitt disebut sebagai
paradoks, yang minimbulkan efek diferensiasi dan sekaligus homogenisasi. Efek
diferensiasi terlihat pada runtuhnya negara Uni Soviet akibatnya munculnya sub
budaya etnis (etnosentrisme). Negara yang dulunya terdiri dari berbagai jenis
etnis kini terurai ke dalam negara-negara kecil akibat munculnya nilai-nilai
budaya etnis. Hal ini juga tampak jelas dalam fenomena berpisahnya Cekoslowakia
menjadi dua negara sesuai,etnis masing-masing, yaitu Republik Ceko dan Republik
Slowakia. Masalah semacam itu disadari benar oleh para founding fathers negara kita, sehingga memilih semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang merupakan pengakuhan terhadap nilai-nilai sub budaya yang dari
bangsa Indonesia
yang bhinneka ( berbeda-beda) namun keseluruhannya diikat oleh satu cita-cita
untuk menciptakan budaya nasional yang diterima sebagai puncak budaya etnis.
Efek homogenisasi terjadi terutama karena pengaruh komunikasi yang semakin
intens. Televisi telah menjadikan dunia terasa sempit dan cita rasa manusia
seolah diseragamkan. Sejak dari selera makanan, minuman, musik, film sampai
kepada sarana komunikasi dan gaya
hidup, masyarakat dunia telah memiliki corak yang nyaris seragam. Tapi pada sisi
lain pengaruh komukasi juga menyebabkan negara-bangsa (nation-state) yang homogen berubab ke arah suatu
multikulturalisme. Pusat kekuasaan bisa beralih ke pinggiran, sedangkan budaya
yang dulunya di pingiran (periphery) bisa
berpindah ke pusat.
Globalisasi yang menimbulkan krisis multidimensional telah mampengaruhi perkembangan
kepribadian manusia berupa krisis identitas dalam diri individu, kelompok dan
masyarakat. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka diperlukan upaya-upaya kepribadian
yang menipakan pemberdayaan diri dalam menghadapi persoalan-persoalan muncul
akibat globalisasi. Keluarga dan masyarakat harus mempunyai identitas diri yang
kuat dan memiliki antisipasi terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi.
Heilbroner menyatakan bahwa “masa depan atau esok had hanya dapat dibayangkan
dan tidak dapat dipastikan Masa depan tidak dapat diramalkan. Manusia hanya
dapat mengontrol secara efektif kekuatan-kekuatan yang membentuk masa depan pada
hari ini. Dengan kata lain masa depan adalah masa kini yang diarahkan oleh
manusia itu sendiri. Apabila manusia masa kini tidak mengenal
kemungkinan-kemungkinan yang akan lahir serta kekuatan-kekuatan yang akan
membawa kehidupan umat manusia di masa depan tidak dikenal maka manusia itu
akan menderita akibat ketidaksadarannya itu. Dengan kata lain manusia yang
tidak mempunyai persepsi terhadap masa depannya akan dibawa oleh arus perubahan
yang dahsyat yang membawanya ke tempat yang tidak dikenainya. Maka hasilnya
sudah dapat dibaca, yaitu kehidupan di dalam ketidakpastian atau chaos”.
Kuatnya arus globalisasi yang melanda seluruh dunia, memberikan tantangan
tersendiri terhadap pengokohan moral dalam kehidupan. Apalagi pada kondisi
dimana dunia tengah menyaksikan adanya krisis kemanusiaan. Fenomena krisis
dunia akibat globalisasi disorot dengan sangat tajam oleh banyak ahli. Fritjof Capra
(2007), misalnya, ia mengawali tulisannya dalam buku The Turning Point dengan
analisis tentang krisis global saat ini. Menurutnya, krisis ini belum pernah terjadi
sebelumnya dalam sepanjang sejarah umat manusia.
Fritjof Capra menyatakan, “Pada awal dua dasawarsa terakhir abad kedua puluh,
kita menemukan diri kita berada dalam suatu krisis global yang serius, yaitu
suatu krisis kompleks multidimensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek
kehidupan, kesehatan dan mata pencaharian, kualitas lingkungan dan hubungan
sosial, ekonomi, teknologi dan politik. Krisis ini terjadi dalam dimensi
intelektual, moral dan spiritual; suatu krisis yang belum pernah terjadi
sebelumnya dalam catatan sejarah umat manusia” (Lihat : Fnitjof Capra, The
Turning Point: Titik Balik Peradaban,
Jejak, Yogyakarta, 2007).
Sinyalemen Capra di atas hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak
kekhawatiran yang pemah disampnikan oleh banyak kalangan, tentang kondisi
krisis kemanusiaan yang tengah melanda dunia saat ini. Mengutip pernyataan
Giddens (2000), akar permasalahannya bukan terjadi dari alam, namun terjadi dari
manusia sendiri (Anthony Giddens, The
Third Way, Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi
Sosial, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000). Keterjebakan dalam pola
hidup yang serba praktis bahkan pragmatis, pengabaian onientasi ukhrawi
(akbirat) dan hanya berorientasi duniawi, telah semakin menyeret manusia ke dalam
kubangan kerakusan, ketamakan, kesetakahan, dan kesombongan. Akar-akar nilai
dan keyakinan semakin tercerabut dan jiwa manusia, bahknn akhirnya manusia
hidup semata-mata mengejar sesuatu yang bercorak pragmaa.
Dalam kondisi kemanusiaan seperti ini, kita diingatkan kembali kepada teori
lama dari Daniel Bell yang menenakkan dengan lantang “The End of Ideology”,
Daniel Bell menekankan penolakannya terhadap kepercayaan umum selama ini, yang
menerima konsepsi menyeluruh tentang problematika sosial budaya sebagaimana
diobsesikan oleh berbagai ideologi yang merupakan cara bertindak bagi manusia.
Ideologi semacam ini menurut Bell
sudah sampai pada akhir kematiannya Ideology,
which once was a road to action, ha come to be a dead end. Masyarakat dunia diajak untuk semakin tidak menyakini
ideologi, berarti menciptakan tata kehidupan baru minus keyakinan, minus
landasan dasar dan falsafah kehidupan itu sendiri. Kendati teori ini ditolak
banyak pihak, akan tetapi esensi dari teori Daniel Bell tersebut bisa dilihat dalam
kebidupan keseharian masyarakat Indonesia
yang serba praktis dan pragmatis.
Penolakan teori Daniel Bell tersebut diantaranya datang dari Sidney Hook,
seorang intelektual terkemuka Amerika. Hook menyatakan ketidaksetujuannya
terhadap pandangan yang menganggap bahwa dengan perkembangan iptek yang makin
maju, ideologi akan ‘habis’. Pandangan Hook itu disampaikan dalam dialognya
bersama sejumlah ahli di Indonesia
tahun 1975, sekalian menanggapi terbitnya buku “The End of Ideology” (1960) tulisan bekas muridnya, Daniel Bell.
Bagi Hook, ideologi merupakan sebuah kekuatan yang hebat. Ia mencontohkan
perbedaan media massa
di Amerika Serikat dengan di Uni Soviet
Di Amerika Serikat, pers bisa menjatuhkan seorang Presiden, sementara di
Uni Soviet pers bisa dibungkam oleh penguasa Negara yang kekuasaannya jauh di
bawah presiden. Hal yang membedakan keduanya adalah pada ideologi pers yang
mereka anut. Ini menandakan ideologi tidak mati, justru realitas pada zaman sekarang
menunjukkan kebutuban masyanakat dan Negara akan sebuah ideologi yang jelas dan
kuat sebagai panduan menjawab tantangan zaman.
Inilah gambaran sebab-sebab krisis, bahwa manusia telah menciptakan
krisisnya sendiri, dan ternyata nilai kemanusiaan terkubur di balik gemerlapnya
kemajuan sains dan teknologi. Sisi spiritualitas dan moralitas semakin pudar
dan bahkan bisa terkikis habis, oleh pragmatisme dan matenialisme. Tingkah
laku, budi pekerti huhur dan moralitas sudah terlumpuhkan oleh budaya hidup
instan yang menghendaki kesenangan dan pencapaian tujuan dengan menghalalkan
segala cara. Nilai moral semakin ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia, yang
dengan alasan modernitas telah berpaling dan ikatan budaya Indonesia, menuju
kepada budaya global yang tidak seluruhnya sesuai dengan watak serta jati diri
bangsa yang religius.
Sayidinian Suryohadiprojo menjelaskan, pengertian modernitas berasal dari
perkataan “modern”; dan makna umum dari perkataan modern adalah segala sesuatu
yang bersangkutan dengan kehidupan masa kini. Lawan dan modern adalah kuno,
yaitu segala sesuatu yang bersangkutan dengan masa lampau. Yang dimaksudkan
peradaban modern adalah peradaban Barat yang terbentuk setelah bangsa-bangaa
Eropa melampau masa Abad Pertengahan. Perkataan “modern” di sini adalah “Eropa centris” atau “Barat centris” karena sepenuhnya
bersangkutan dengan kehidupan bangsa-bangsa di Eropa bahkan di Eropa Barat.
Peradaban yang modern menghasilkan kehidupan baru yang maju berkat ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tetapi di pihak lain juga mengakibatkan kesengsaraan
dan penderitaan yang besar. Kapitalisme menimbulkan kesengsaraan bagi para
buruh dan petani, sedangkan impenialisme dan kolonialisme menyebabkan
penderitaan yang parah sekali bagi bangsa-bangsa Asia
dan Afrika (lihat: Sayidiman Suryohadiprojo,
Makna Modernitas dan Tantangannya
Terhadap Iman, http//www.sayidiman.suryohadiprojo.com 31 Januari
1994).
Persoalan memang terjadi dalam spektrum yang sangat luas. Ambruknya moral
di kalangan remaja hanyalah dampak saja dan persoalan moral para elit dan
pemimpin bangsa. Sayidiman Suryohadiprojo (2003) menengarai kondisi bangsa
sekarang. disamping kemikinan dan kesengsaraan yang diderita rakyat ada
segolongan orang yang kaya raya sehingga amat menonjol perbedaan dalam
kehidupan, dimana kebanyakan rakyat yang scngsara dan segolongan kecil saja
yang kaya (lihat : Sayidiman Suryohadiprojo, Harapan Untuk Masa Depan Bangsa Indonesia Tercinta, dalam : http//www.sayidiman.suryohadiprojo.com
22 Januari 2003).
“Hal itu diperberat lagi oleh perilaku golongan orang yang tanpa
malu-malu memperkaya diri dengan cara yang tidak sah dan merugikan kepentingan
negara dan bangsa. Bahkan Reformasi pada tahun 1998 tidak berhasil
menghilangkan perilaku KKN itu dan malahan makin merajalela meliputi pejabat
eksekutif maupun legislatif yang seharusrya justru mewakili kepentingan rakyat,
Semangat perjuangan yang tertuju kepada kemuliaan negara dan bangsa hampir
tidak ada, kalaupun ada semangat peiuangan, maka itu adalah untuk memperkaya diri
pribadi, keluarga atau golongan kecilnya”, tulis Sayidiman.
Sujarwadi menengarai berbagai ekspresi masyarakat yang terjadi dewasa ini
menunjukkan betapa berat tekanan yang dihadapi publik dari waktu ke waktu, yang
ini tampak dari beberapa bentuk gerakan masyarakat: eksklusivitas yang meluas, mutual distrust yang semakin parah, inequality frustration yang mendalam,
dan disengagement yang akut. Gerakan
eksklusivitas muncul dalam bentuk pengabaian atas keberadaan atau bahkan
pemisahan diri dan masyarakat umum, baik dengan parameter etnis, agama,
golongan, dan berbagai parameter gaya
hidup. Selain dalam bentuk aliran agama yang tidak jarang bersifat sesat,
gerakan fundamentalisme, juga kelompok hedonis dalam berbagai tipe yang
memisahkan diri dan merupakan counter
culture atas tata aturan yang berlaku umum. Fenomena yang diangkat oleh
Sujarwadi di atas dengan jelas menggambarkan betapa moral semakin memudar pada
berbagai kelompok masyarakat di Indonesia
saat ini.
Lebih lanjut Sujarwadi menjelaskan, mutual
distrust muncul sebagai bentuk ketidakpuasan yang terjadi dalam hubungan
yang bersifat horisontal maupun vertikal. Konflik etnik, agama atau kelas di
berbagai tempat telah melahirkan ketidakpercayaan satu sama lain, seperti yang
terjadi di Papua, Ambon, Poso, Aceb, dan lingkungan
sosial lain. Inequality frustration terjadi dalam bentuk perasaan diperlakukan
tidak adil oleh golongan yang berada di atas sehingga cenderung mengambil
“jalan pintas” dengan membakar tempat ibadah, membakar fasilitas publik,
penjarahan, dan perampokan. “Jalan pintas” inilah yang mengancam terbangunnya
niat baik dan cita-cita mulia sebuah pembangunan.
Disengagement atau ketidakpedulian telah menjadi bagian penting dan
ekspresi sosial publik sebagai respons atas ketidakpastian yang dialami. Sikap ini
juga merupakan pernyataan tentang hilangnya harapan masyarakat akan terjadinya
perbaikan dalam hidup mereka. Bentuk-bentuk ekspresi masyarakat tersebut
menipakan tanda perlunya perenungan yang seksama tentang onientasi pembangunan
nasional selama ini. (lihat: Sujarwadi, Reorientasi
Pembangunan Nasionat: Menuju Indonesia Yang Berdaulat dan Bermartabat,
Orasi Ilmiah Peningatan Dies Natalis ke-58 UGM, Yogyakarta,
19 Desember 2007).
Untuk bisa keluar dari kiisis kemanusiaan ini, hal yang harus ditempuh
adalah perbaikan dari akarnya. Manusia harus hidup dalam kondisi yang
berkeseimbangan antara sisi lahiriyah dan batiniyah, sisi fisik dan spiritual,
sisi intelektual dan moral, sisi materi dan rohani. Keseluruhan sisi dalam
kehidupan harus dioptimalkan untuk menjadikan keseimbangan, sehingga tidak
berpotensi menyimpang akibat meninggalkan sisi-sisi yang penting dalam diri
manusia, yaitu rohani atau spiritual dan moral. Bagi bangsa Indonesia yang terkenal religius,
sesungguhnya telah memiliki jawaban atas persoalan kenianusiaan yang dihadapi
akibat globalisasi tersebut.
Wahana pengembalian nilai-nilai kebaikan yang paling efektif adalah
melalui keluarga dan masyarakat. Bagi bangsa Indonesia, keluarga adalah ikatan
yang terbentuk secara pimordial dengan sangat kuat pada seluruh anggotanya.
Membentuk keluarga adalah salah satu tradisi dan budaya luhur bangsa Indonesia,
yang telah terjadi sejak zaman dulu secara turun temurun. Pembentukan keluarga
merupakan potensi budaya, yang pada prakteknya di Indonesia dikemas sesuai dengan
tuntunan agama, dan diatur oleh negara. Melalui keluarga, berbagai nilai
kebaikan sangat efektif ditumbuhkembangkan dan dibudayakan sejak dini.
Proses interaksi dalam keluarga bercorak sangat intensif dan meibatkan
ikatan emosi antara satu dengan yang lainnya. Ada peran dan tanggung jawab yang jelas dalam
keluarga, dimana suami, isteri dan anak-anak saling menempatkan diri pada
posisi masing-masing secara tradisional. Dalam konteks seperti ini, orang tua memiliki
peran sentral untuk menciptakan suasana kebaikan atau ketidakbaikan dalam
keluarga. Ayah dan ibu memiliki kewajiban melakukan pembinaan kepada anak-anak
agar menjadi anak-anak yang baik berbakti kepada orang tua, bergaul dengan
positif di tengah masyarakat dan pada akhimya berguna bagi nusa dan bangsa.
Dengan demikian, penanaman nilai-nilai moral sangat tepat dilakukan
melalui keluarga, dan dimulai dari keluarga. Karena dalanm keluarga tersebut,
pembinaan sudah mulai terjadi sejak anak belum lahir, yaitu saat masih
berbentuk janin dalam kandungan. Hal seperti ini tidak tejadi di sekolah atau
lembaga pendidikan formal, dimana pendidikan dimulai pada usia yang telah
ditentukan. Apabila keluarga mampu merawat, membangun, dan menumbuhkan moral
kepada seluruh anggotanya, akan menjadi pondasi yang kokoh dalam memperbaiki
moral bangsa dan negara Indonesia.
Sebaliknya, apabila keluarga tidak melakukan penanaman moral kepada seluruh
anggotanya, maka akan melahirkan generasi bermasalah yang justru menjadi beban
bag!i masyarakat, bangsa dan negara,
Sayidiman Suryohadiprojo menyatakan, pendidikan sudah harus dimulai sejak
bayi masih dalam kandungan. Berbagai usaha dilakukan agar dapat dikomunikasikan
kepada Si calon bayi hal-hal yang menjadikannya nanti manusia yang baik dan
bermutu. Dalam kebudayaan lokal di Indonesia, seperti di Jawa, ada
tradisi berupa macam-macam upacara untuk melakukan komunikasi itu. Setelah
lahir bayi perlu diurus dengan sebaikbaiknya agar tetap hidup. Pernberian air
susu ibu (ASI) merupakan hal yang penting dan diakui manfaatnya oleh ilmu
pengetahuan.
Selain ASI pentig dilihat dari sudut makanan dan fisik bayi, pemberian ASI
juga ada hubungannya dengan faktor mental, eperti penanaman disiplin pada bayi.
Seperti memberikan ASI pada waktu tertentu dan tidak sembarang waktu, umpama
saja untuk menghentikan bayi menangis. Dengan tumbuhnya kcbiasaan tentang waktu
menerima ASI dan tidak pada waktu lain patda bayi terwujud kebiasaan mengikuti
aturan orang lain. Demikian pula keteraturan waktu dan cara mandi menimbulkan
pada bayi dasar untuk hidup teratur nanti (lihat: Sayidiman Suryohadiprojo, Pendidikan Dalam KeIugara. //www.sayidiman.suryohadiprojo.com.
29 November 2007).
Selain keluarga, penanaman nilai moral juga sangat efektif dilakukan
dalam kehidupan masyarakat. Seluruh anggota keluarga pada dasarnya adalah
anggota dan sebuah kelompok masyarakat. Dengan demikian, terjadi suasana
hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara keluarga dengan
masyarakat. Kumpulan dan keluarga yang berkualitas, akan melahirkan masyarakat
yang berkualitas. Sebaliknya, masyarakat yang berkualitas akan membentuk dan
menguatkan keluarga yang berkualitas. Tidak clapat dipisahkan antara keluarga
dengan masyarakat, kendati tidak bisa didefinisikan dengan “mana ayam mana
telur”. Kedua lembaga ini jelas memiliki keterkaitan yang sangat kuat dalam
membenikan pengaruh satu kepada yang lainnya.
Apabila moral dalam keluarga dan masyarakat berhasil dimantapkan, akan
menjadi jawaban ampuh mengbadapi krisis kemanusiaan yang ditimbulkan oleh
peradaban imodern dan globalisasi saat ini. Kemajuan Indonesia di masa yang akan datang,
bertumpu kepada keberhasilan melakukan pemantapan moral dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat seluruhnya. Ketertinggalan ilmu pengetahuan dan
teknologi mudah dikejar oleh Indonesia,
keterbelakangan ekonomi bisa diatasi dengan berbagai program yang dirancang
para ahli, namun keruntuhan moral merupakan petaka yang sangat pantas
ditangisi. Telah banyak orang pandai, namun tidak memiliki landasan moral yang
memadai Dampaknya kepandaian yang dimiliki justru menjadi potensi destruktif
yang merugikan bangsa dan negara tercinta.
Tentu saja hal imi merupakan sebuah tantangan berat yang harus dijawab
oleh segenap komponen bangsa. Tidak banyak waktu kita miliki, sebelum krisis
kemanusiaan semakin menjadi-jadi dan berubah menjadi petaka kemanusiaan yang
bisa mengubur sejarah sebuah negara bernama Indonesia. Prof. Dr. Edi Setiyono
dan Universitas Indonesia
dalam ceramahnya di Lembannas RI, tanggal 5 Oktober 2010 menyatakan bahwa
“tidak ada bentuk akhir dan sebuah negara”. Pernyataan mi dimaksudkan untuk
menjelaskan bahwa kondisi negara itu sangat dinamis dan sangat mungkin
mengalami perubahan bahkan yang sangat ekstrem. Beliau menunjukkan contoh
runtuhnya Uni Soviet dan pecahnya negara-negara yang bergabung dalam blok Uni
Soviet. Kendati Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah menjadi “harga
mati” bagi bangsa Indonesia,
namun hal itu harus diperjuangkan secara terus menerus.
BAB III
KESIMPULAN
1. Globalisasi
merupakan suatu proses yang mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga tidak tampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara
nyata, sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol.
2. Bahwa
proses terjadinya globalisasi dalam aspek sosial terjadi dengan cara melalui
media televisi baik secara langsung maupun tidak langsung, serta melalui
interaksi yang terjadi dimasyarakat.
3. Bahwa
dampak yang ditimbulkan era globalisasi pada aspek sosial yaitu terjadi
perubahan ciri kehidupan masyarakat desa yang tadinya syarat dengan nilai-nilai
gotong royong menjadi individual, serta sifat ingin selalu instant pada diri
seseorang.
4. Bahwa
penanggulangan pada dampak era globalisasi pada aspek sosial diantaranya
diadakannya pembangunan kualitas manusia, pemberian lifeskill, memberikan sikap
hidup yang global dan menumbuhkan wawasan, identitas rasional serta menciptakan
pemerintahan yang transparan dan demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony Giddens,The Trird Way,Jalan
Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial
Gramedia Pustaka
Utama,Jakarta,2000
Sayidiman
Suryohadiprojo,Makna Modernitas dan
Tantangannya Terhadap Iman, dalam : http://www.sayidiman.survohadiprojo.com
31 Januari 1994
Sayidiman
Suryohadiprojo, Harapan Untuk Masa Depan
Bangsa Indonesia Merdeka dalam: www.sayidiman.suryohadiprojo.com 22 Januari 2003
Sujarwadi, Reorlentasl Pembangunan Naslonal : Menuju Indonesia Yang Berdaulat dan Bermartabat, Orasi ilmiah
Peringatan Dies Natalis ke-58 UGM,Yogyakarta,19
Desember 2007
Deni al Asy’ari,
Pendidikan dan Problema Moralitas Publik,
datam: http://www. imm.or.id, 5 Mei 2008
0 comments:
Post a Comment